EKONOMI TERPIMPIN
Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak
asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan
Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga
dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama
beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah
telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang
berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.
Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau
masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun
1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun
2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang
menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak
pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah
Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya
penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi
Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid
yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000).
Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah
persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah
pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat
ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali
pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung
Hatta dianggap telah kehilangan relevansinya.
Pengertian Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta
yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari
perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya
pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat
merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi Liberal dan Dampak Yang Terjadi Bagi Masyarakat.
Jika kita lihat lagi dampak yang ditimbulkan dari adanya ekonomi
liberal, dengan demikian maka ketimpangan ekonomi, kesemena-menaan dan
kesenjangan sosial akan terjadi. Karena yang kaya akan semakin menjadi kaya
sedangkan yang miskin akan semakin menjadi miskin karena tidak adanya
pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Fakta lapangan telah
mengatakan bahwa peran liberal hanya dimiliki oleh sekelumit orang saja yang
mampu bertahan dalam keadaan tersebut yaitu pemilik modal, singkat kata
merekalah pemilik modal, yang memonopoli pasar.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Contoh bukti praktek ekonomi liberal di negara kita yang
gamblang dapat kita lihat yaitu pada proyek minyak blok Cepu yang pada akhirnya
infestor asing (Exxon Mobile) berhasil mengungguli Pertamina selaku perusahaan
negara. Belum lagi Freeport di Papua yang dikuasai Infestor asing dari Amerika.
Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja,
sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia selaku pemilik bahan bakunya.
Hal ini terjadi karena kurangnya adanya ketegasan dari pihak
Indonesianya sendiri. Pemerintah takut akan resiko yang akan dihadapinya jika
melaksanakan kebijakan yang dirasa akan merugikan pihak asing. Dengan demikian
jika kita lihat dari contoh di atas maka keadilan sosial tidak akan tercapai
dan jauh dari prinsip nasionalisme yang menjunjung tinggi asas keadilan sosial
untuk masyarakatnya.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Keunggulan Ekonomi Terpimpin.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis
Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai
mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus
banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan
petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan
ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang
lebih berbahaya dari pada birokrasi."
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin. Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia. Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India. Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin. Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia. Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India. Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu
menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan
terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru
benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan
per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah
kenyataannya terabaikan.
Ekonomi Terpimpin dan Nasionalisme.
Pada hakikatnya, adanya konsep ekonomi terpimpin itu
disambungkan dengan adanya konsep nasionalisme. Jadi selayaknya ekonomi
terpimpin yang paling layak digunakan demi terhubungnya dengan prinsip
nasionalisme adalah ekonomi terpimpin yang berdasarkan atas asas sosialisme
demokrasi, yang kedua asas ini terkait dengan Pancasila yang berlaku sebagai
landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
Aspek Politik.
Yang
bertujuan untuk menghilangkan praktek politik asing yang kurang baik dan
menggantinya dengan sistem pemerintahan yang berdaulat kepada rakyat.
Aspek sosial ekonomi.
Aspek sosial ekonomi.
Yang
bertujuan untuk memberantas eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat
baru yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Aspek budaya.
Yang
bertujuan untuk mengembalikan kepribadian bangsa yang harus disesuaikan dengan
perubahan zaman seperti sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyaring kelayakan
budaya luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia yang disesuaikan dengan
berbagai macam pandangan-pandangan. Jadi dengan berbagai penjelasan di atas,
tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan
disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan
prinsip-prinsipnya. Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi
dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam
kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara
adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak
100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung.
Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup
ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk
mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak. Menurut
Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang
berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur
ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat
disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari
kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa
negara di Eropa setelah perang dunia I. Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis,
ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada
haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran
akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja. Kedua, membagi
hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih
besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka
kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua
rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang
masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan
kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis:
"....
Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita
sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin .
Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak
berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita..."
Data
Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di
Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh
jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan
dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen
penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen
menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Kalau dipertanyakan
lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena
Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya
kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya,
khususnya pada zaman orde baru. Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu
ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh
Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan
masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan
masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan. Ketiga, bentuk dari
pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi.
Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan
menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar
pula. Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi. Telah dijelaskan
bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas
nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta,
tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai
kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara
itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu. Negara
harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada
segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi
individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan. Secara umum
cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk
membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka
angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi
kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal.
Intinya tiada lagi angka kemiskinan. Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup
yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini
negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera,
seperti yang telah diidamkan mereka. Cita-cita yang ketiga ialah semakin
berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini,
negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu
mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita
yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan
ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya,
sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status
kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung
hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan orde baru.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan orde baru.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar dari pengunjung, agar kami dapat meningkatkan kualitas blog kami,
Terima kasih...