PENURUNAN MUTU IKAN AKIBAT
PROSES PEMBUSUKAN IKAN
Terdapat beberapa komponen utama daging ikan
(pada saat hewan masih hidup disebut otot) yaitu air, lemak dan protein. Kadar
protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak sangat bervariasi antara
0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi lingkungan. Pada
beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi disimpan
didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%.
Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat
dalam jumlah sedikit. Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses
kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh
sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam
pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk
seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan
mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan
daging mamalia.
Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai.
Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah
sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam
perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan
bau busuk hasil metabolisme protein. Pada ikan hidup, makanan dalam saluran
pencernaan diolah menjadi komponen-komponen sederhana, seperti gula dan asam
amino, yang diserap oleh darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian
tubuh yang membutuhkan, khususnya otot. Produksi komponen-komponen ini
diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada
didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif. Akibatnya,
terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan mempengaruhi
flavor, tekstur, dan penampakan ikan. Proses autolisis karena aktivitas enzim
ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati
(pasca mortem) mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor),
kemudian terjadi kekakuan daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis
lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap
post-rigor). Reaksi autolisis bisa berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan
kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut,
karena aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan
dibagian perut ikan. Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa
berlangsung hanya beberapa jam setelah penangkapan. Kecepatan proses autolisis
sangat tergantung pada suhu. Penyimpanan ikan pada suhu dingin (hanya sedikit
diatas suhu beku ikan) walaupun tidak menghentikan proses autolisis tetapi
dapat memperlambat aktivitas enzim sehingga memperlambat kecepatan reaksi
autolisis.
Selain penyimpanan dingin, aktivitas enzim bisa pula dikontrol dengan
metode pengawetan lainnya seperti penggaraman, penggorengan dan pengeringan.
Aktivitas enzim akan terhenti oleh proses pemanasan. Suhu tinggi akan
mempercepat proses rigor mortis, karena peningkatan suhu akan mempercepat
reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan keawetan ikan, maka proses rigor-mortis
ini diperlambat selama mungkin agar pertumbuhan bakteri dan reaksi enzimatis
dapat dicegah. Pada tahap awal, mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan,
insang dan saluran pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
berpenetrasi dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi diperkirakan
sekitar 3-4 hari. Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau
dan flavor. Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang menyebabkan keracunan
pangan karena sebelum toksin terbentuk, pertumbuhan bakterinya cenderung
membuat daging sudah tidak layak lagi untuk dimakan. Perlu diperhatikan, ada
banyak jenis mikroorganisme dan masing-masing memiliki kondisi optimum untuk
pertumbuhannya. Sehingga akan terlihat beberapa mikroorganisme menjadi dominan,
tergantung pada kontaminasi awal, sifat bahan pangan, suhu dan kondisi lainnya.
Dengan penyimpanan dingin pada suhu sekitar 0oC, pertumbuhan bakteri pembusuk
akan berhenti/diperlambat dan kecepatan pembusukan dapat diperlambat. Suhu
ruang, ketersediaan air dan oksigen akan meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme. Pada kondisi ruang, ketersediaan air dan oksigen mempunyai
pengaruh yang besar pada aktivitas mikrobiologi.
Kecepatan
proses kerusakan ikan selama pencairan es tergantung pada kecepatan pencairan
es (proses thawing). Jumlah es yang diberikan harus dapat mempertahankan suhu
ikan tetap pada 0°C dengan proses thawing cepat, akan memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan proses thawing yang lambat. Proses thawing cepat
akan meminimalkan keluarnya cairan dan komponen larut air dari tubuh ikan. Jika
ikan kontak dengan permukaan seperti kayu, logam atau ikan lain, penyimpangan
bau akan meningkat. Tidak adanya oksigen pada kondisi ini menyebabkan
peningkatan pertumbuhan dan aktivitas bakteri anaerobik. Karena mikroorganisme
merupakan penyebab utama kerusakan ikan, maka kita harus memberi
perlakuan-perlakuan khusus untuk menghindari kondisi-kondisi yang mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme meningkat
sangat cepat pada suhu tinggi dan kondisi yang tidak higienis. Sehingga, untuk
memperlambat kerusakan karena aktivitas mikroorganisme, ikan harus didinginkan
segera setelah penangkapan dan disimpan pada kondisi higienis. Beberapa
perubahan kimiawi yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biasanya terjadi
sebelum berlangsungnya kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. Reaksi enzim
ini terkait dengan proses rigor mortis. Proses ini mengakibatkan terjadinya
dekomposisi beberapa komponen kimia, yang menyebabkan penyimpangan bau dan
flavor ikan. Kerusakan protein dan oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap
akhir dari proses kerusakan ikan. Kecepatan reaksi oksidasi lemak akan
tergantung pada jenis ikan (ukuran, kadar lemak, musim). Trimetil amin oksida
(TMAO), yang terdapat da-lam semua ikan laut, biasanya tidak ada didalam ikan
air tawar. Pemecahan TMAO menjadi trimetil amin (TMA) merupakan reaksi penting
dari kerusakan ikan secara enzimatis. Kandungan TMAO biasanya digunakan sebagai
indikator dari kesegaran ikan. Selain itu, penentuan kandungan amoniak (hasil
pemecahan urea) pada beberapa ikan, seperti hiu, juga penting untuk menentukan
kesegaran ikan.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar dari pengunjung, agar kami dapat meningkatkan kualitas blog kami,
Terima kasih...