BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
teknologi menyebabkan kemajuan- kemajuan pada main gear, auxillary gear dan
equipment lainnya. Pendeteksian letak jaring dalam air sehubungan depth
swimming layer pada ikan, horizontal opening dan vertical opening dari mulut
jaring, estimate catch yang berada pada cod end sehubungan dengan pertambahan
beban tarik pada winch, sudut tali kekang pada otter board sehubungan dengan
attack angel, perbandingan panjang dan lebar dari otter board, dan lain-lain
perlengkapan.
Demikian pula fishing ability dari beberapa trawler yang
beroperasi di perbagai perairan di tanah air, double ring shrimp trawler yang
beroperasi di perairan kalimantan, irian jaya dan lain-lain sebagainya.
Perhitungan recources sehubungan dengan fishing intensity yang akan menyangkut
perhitungan- perhitungan yang rumit, konon kabarnya sudah mulai dipikirkan.
Semakin banyak segi pandangan, diharapkan perikanan trawl akan sampai pada
sesuatu benntukl yang diharapkan
Jaring trawl
yang selanjutnya disingkat dengan “trawl” telah mengalami perkembangan pesat di
Indonesia sejak awal pelita I. Trawl sebenarnya sudah lama dikenal di Indonesia
sejak sebelum Perang Dunia II walaupun masih dalam bentuk ( tingkat )
percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sempat terhenti akibat pecah Perang
Dunia II dan baru dilanjutkan sesudah tahun 50-an ( periode setelah proklamasi
kemerdekaan ). Penggunaan jaring trawl dalam tingkat percobaan ini semula
dipelopori oleh Yayasan Perikanan Laut, suatu unit pelaksana kerja dibawah
naungan Jawatan Perikanan Pusat waktu itu. Percobaan ini semula dilakukan oleh
YPL Makassar (1952), kemudian dilanjutkan oleh YPL Surabaya.
Menurut sejarahnya asal mula trawl adalah dari laut
tengah dan pada abad ke 16 dimasukkan ke Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, dan
negara Eropa lainnya. Bentuk trawl waktu itu bukanlah seperti bentuk trawl yang
dipakai sekarang yang mana sesuai dengan perkembangannya telah banyak mengalami
perubahan-perubahan, tapi semacam trawl yang dalam bahasa Belanda disebut schrol
net.
B.
Permasalahan
A.
Definisi Alat Tagkap
B.
Konstruksi Alat Tangkap
C. Hasil Tangkapan
D. Daerah Penangkapan
E. Alat Bantu Penangkapan
F. Tehnik Operasional
G. Hal Yang Mempengaruhi Kegagalan
Penangkapan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ALAT TANGKAP
Kata “ trawl “ berasal dari bahasa prancis “ troler “
dari kata “ trailing “ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang
bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “
ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan
“jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami
perlakuan tarik
ataupun ditarik , maka
selama belum ada ketentuan resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka
digunakan kata” trawl” saja.
Dari kata “ trawl” lahir
kata “trawling” yang berarti kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan
trawl, dan kata “trawler” yang berarti kapal yang melakukan trawling. Jadi yang
dimaksud dengan jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu jaring kantong
yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan )
menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis
demersal lainnya. Jarring ini juga ada yang menyangkut sebagai “jaring tarik
dasar”.
Stern trawl
adalah otter trawl yang cara operasionalnya ( penurunan dan pengangkatan )
jaring dilakukan dari bagian belakang ( buritan ) kapal atau kurang lebih
demikian. Penangkapan dengan system stern trawl dapat menggunakan baik satu jarring
atau lebih.
B. KONSTRUKSI ALAT TANGKAP
Berdasarkan letak penarikan jaring yang dilakukan di
kapal kita mengenal adanya stern trawl, dimana jaring ditarik dari buritan (
dalam segi operasionalnya ). Dimana banyak kapal trawl yang menggunakan cara
ini, adapun karakteristik dari stern trawl ini antara lain:
Stern trawl tidak seberapa
dipengaruhi oleh angin dan gelombang dalam pelepasan jaring, tidak memerlukan memutar
letak kapal
Warp berada lurus pada garis haluan
buritan sehingga tenaga trawl winch dapat menghasilkan daya guna maksimal
sehingga pekerjaan melepas/ menarik dari jaring memerlukan waktu yang lebih
sedikit, yang berarti waktu untuk jaring berada dalam air ( operasi ) lebih
banyak
Trawl winch pada stern trawl
terpelihara dari pengaruh angin dan gelombang, dengan demikian dalam cuaca
buruk sekalipun operasi masih dapat dilakukan dengan mudah
Pada stern trawl akibat dari screw
current jaring akan segera hanyu, demikian pula otter boat segera setelah
dilepas akan terus membuka
Karena letak akan searah dengan garis
haluan- buritan, maka di daerah fishing
ground yang sempit sekalipun operasi masih mungkin dilakukan, dengan perkataan
lain posisi jaring sehubungan dengan gerakan kapal lebih mudah diduga
Pada stern trawl, pada waktu hauling
ikan-ikan yang berada pada cod end tidak menjadikan beban bagi seluruh jaring,
karena cod end tersendiri ditarik melalui slip way, dengan demikian jaring
dapat terpelihara
C. HASIL TANGKAPAN
Yang
menjadi tujuan penangkapan pada bottom trawl adalah ikan-kan dasar ( bottom
fish ) ataupun demersal fish. Termasuk juga jenis-jenis udang ( shrimp trawl,
double ring shrimp trawl ) dan juga jenis-jenis kerang. Dikatakan untuk periran
laut jawa, komposisi catch antara lain terdiri dari jenis ikan patek, kuniran,
pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik,
sumbal, layur, remang, kembung, cumi,kepiting, rajungan, cucut dan lain
sebagainya.
Catch yang dominan untuk
sesuatu fish ground akan mempengaruhi skala usaha, yang kelanjutannya akan juga
menetukan besar kapal dan gear yang akan dioperasikan.
D. DAERAH PENANGKAPAN
Didalam alat
tangkap trawl yang memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai
berikut:
Dasar fishing ground terdiri dari pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan
Lumpur.
Kecepatan arus
pada mid water tidak besar ( dibawah 3 knot ) juga kecepatan arus pasang tidak
seberapa besar
Kondisi cuaca,laut, ( arus, topan,
gelombang, dan lain-lain ) memungkinkan keamanan operasi
Perubahan milieu oceanografi terhadap mahluk dasar laut relatif kecil
dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan
terus-menerus
Perairan mempunyai daya prokdutifitas yang besar serta recources yang
melimpah
E.ALAT BANTU PENANGKAPAN
Pada umumnya
kapal-kapal trawl ini digerakkan oleh diesel ataupun steam. Kapal dilengkapi
dengan trawl winch, sebagai tenaga penggerak ada yang menggunakan steam engine
( 45-75 HP ) bagi stream trawl dan ada pula yang memakai motor dari 60-90 HP
bagi diesel trawl. Winch ini dihubungkan dengan warp, dan untuk mengontrol
panjang warp dipasang brake.
Besar jaring
yang dipakai berbeda-beda, dan untuk menyatakan besar jaring dipakai penunjuk “
panjang dari head rope “ yang biasanya dengan satuan feet atau meter.
F. TEKNIK OPERASIONAL
(1) kecepatan/lama waktu menarik
jaring
adalah ideal jika jaring dapat ditarik dengan kecepatan
yang besar, tapi hal ini sukar untuk mencapainya, karena kita dihadapkan pada
beberapa hal, antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada
di air sesuai dengan yang dimaksudkan ( bentuk terbukanya ), kekuatan kapal
untuk menarik ( HP ), ketahanan air terhadap tahanan Air, resistance yang makin
membesar sehubungan dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing
menghendaki syarat tersendiri.
Pada umumnya
jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun berhubungan pula
dengan swemming speed dari ikan, keadaa dasar laut, arus, angin, gelombang dan
lain sebagainya, yang setelah mempertimbangkan factor-faktor ini, kecepatan
tarik ditentukan .
Lama waktu
penarikan di dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan factor yang perlu
diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap.,
pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar
sekitar 3-4 jam, dan kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2 jam.
(2)
panjang warp
factor yang
perlu diperhatikan adalah depth,sifat dasar perairan ( pasir, Lumpur),
kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing
ground yang depthnya sekitar 9M ( depth minimum ). Panjang warp sekitar 6-7
kali depth. Jika dasar laut adalah Lumpur, dikuatirkan jaring akan mengeruk
lumpu, maka ada baiknya jika warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang
terdiri dari pasir keras ( kerikil ), adalah baik jika warp diperpanjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari sesuatu Fishing
ground adalah lebih baik jika kita menggunakan warp yang agak panjang, daripada
menggunakan warp yang terlalu pendek. Hal ini dapat dipikirkan sebagai
berikut.bentuk warp pada saat penarikan tidaklah akan lurus, tetapi merupakan
suatu garis caternian. Pada setiap titik –titik pada warp akan bekerja gaya-
gaya berat pada warp itu sendiri, gaya resistance dari air, gaya tarik dari
kapal/ winch, gaya ke samping dari otter boat dan gaya-gaya lainnya. Resultan
dari seluruh gaya yang complicataed ini ditularkan ke jaring ( head rope and
ground rope ), dan dari sini gaya-gaya ini mengenai seluruh tubuh jaring. Pada
head rope bekerja gaya resistance dari bottom yang berubah-ubah, gaya berat
dari catch yang berubah-ubah semakin membesar, dan gaya lain sebagainya.
Gaya tarik kapal bergerak pada warp, beban kerja yang diterima kapal
kadangkala menyebabkan gerak kapal yang tidak stabil, demikian pula kapal
sendiri terkena oleh gaya-gaya luar ( arus, angin, gelombang )
Kita mengharapkan agar mulut jaring terbuka maksimal, bergerak
horizontal pada dasar ataupun pada suatu depth tertentu. Gaya tarik yang
berubah-ubah, resistance yang berubah-ubah dan lain sebagainya, menyebabkan
jaring naik turun ataupun bergerak ke kanan dan kekiri. Rentan yang
diakibatkannya haruslah selalu berimbang. Warp terlalu pendek, pada kecepatan
lebih besar dari batas tertentu akan menyebabkan jaring bergerak naik ke atas (
tidak mencapai dasar ), warp terlalu panjang dengan kecepatan dibawah batas
tertentu akan menyebabkan jaring mengeruk lumpur. Daya tarik kapal ( HP dari
winch) diketahui terbatas, oleh sebab itulah diperoleh suatu range dari nilai
beban yan g optimal. Apa yang terjadi pada saat operasi penarikan, pada
hakikatnya adalah merupakan sesuatu keseimbangan dari gaya-gaya yang complicated
jika dihitung satu demi satu.
G. HAL YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN TANGKAPAN
Pada saat operasi, dapat terjadi hal-hal yang dapat
menggagalkan operasi antara lain:
Warp terlalu panjang atau speed terlalu lambat atau juga hal lain maka jaring akan
mengeruk Lumpur
Jaring tersangkut pada karang / bangkai kapal
Jaring atau tali temali tergulung pada screw
Warp putus
Otterboat tidak bekerja dengan baik, misalnya terbenam pada lmpur pada waktu permulaan penarikan dilakukan
Hilang keseimbangan, misalnya otterboat yang sepihak bergerak ke arah
pihak
yang lainnya lalu tergulung ke jaring
Ubur-ubur, kerang-kerangan dan lain-lain penuh masuk ke dalam jaring,
hingga cod
end tak mungkin diisi ikan lagi.
Dan lain sebagainnya
BAB III
PENUTUP
1.
Kata “ trawl “
berasal dari bahasa prancis “ troler “ dari kata “ trailing “ adalah dalam
bahasa inggris, mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dengan kata “tarik “ ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang
menterjemahkan “trawl” dengan “jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring
dalam operasinya mengalami perlakuan tarik
ataupun ditarik , maka
selama belum ada ketentuan resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka
digunakan kata” trawl” saja.
2. Yang menjadi tujuan penangkapan pada bottom trawl adalah
ikan-kan dasar ( bottom fish ) ataupun demersal fish. Termasuk juga jenis-jenis
udang ( shrimp trawl, double ring shrimp trawl ) dan juga jenis-jenis kerang.
Dikatakan untuk periran laut jawa, komposisi catch antara lain terdiri dari
jenis ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja,
gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung, cumi,kepiting,
rajungan, cucut dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.1976.FISHERMAN’S
MANUAL.World Fishing. England.
Anonimous.1975.FAO CATALOGUE OF SMAIL
SCALE FISHING GEAR.FAO of UN.
Ayodya.1975.FISHING METHODS DIKTAT
KULIAH ILMU TEHNIK
PENANGKAPAN IKAN. Bagian Penangkapan. Fakultas Perikanan
IPB. Bogor.